Pengusaha ada yang sukses tak sedikit juga yang gagal.
Dari sekian banyak yang gagal, untuk bangkit kembali seringkali mereka
hanya berkutat pada wilayah-wilayah di luar diri mereka (produk, klien,
atau pegawai). Padahal, bisa jadi ada banyak persoalan yang jika terus
ditelusuri akan mengarah pada diri mereka sendiri, yaitu wataknya.
Yang
berbicara tentang watak pengusaha atau calon pengusaha sukses mungkin
sudah sangat banyak. Terus terang, membacanya saja saya sudah bosan,
apalagi menulisnya. Sekali-sekali saya ingin menulis tentang ‘gagal’.
Belajar melakukan sesuatu dengan benar dari mereka yang melakukannya
dengan salah. Belajar dari orang yang gagal.
Seseorang adalah calon pengusaha gagal jika:
1. Ucapannya Tidak Bisa Dipegang
Saya
yakin bukan hanya di dunia usaha, dimanapun kejujuran adalah modal
dasar. Strategi opersional, kebijakan manajemen, hingga pengaturan
keuangan perusahaan boleh berubah ditengah jalan. Tetapi, apa yang
pernah dijanjikan—kepada siapapun (pelanggan, pemasok, hingga pegawai),
wajib ditepati. Tak boleh berubah.
Jika berjanji untuk
mengirimkan contoh produk, maka harus benar-benar kirimkan tepat pada
waktunya. Pernah janji untuk memberi diskon pada pelanggan, maka harus
benar-benar berikan diskon. Pernah berjanji untuk memberi bonus pada
pegawai jika proyek berhasil, maka harus benar-benar diberikan. Tidak
boleh ingkar. Jika tidak yakin jangan menjanjikan. Jika sudah
menjanjikan harus ditepati.
Jika janji jemput pacar saja sudah
dilanggar, apalagi janji mengeluarkan bonus untuk pegawai. Belajar
menepati omongan dahulu, sebelum berpikir untuk menjalankan usaha.
2. Tidak Bertanggungjawab
Jika
selama ini seseorang dikenal sebagai orang yang ahli ‘berdalih’, pintar
cari-cari alasan. Sebaiknya dia tidak coba-coba bikin usaha. Setidaknya
hingga mampu melupakan keahlian berdalih untuk menjadi orang yang
berani mengambil tanggungjawab. Salah satu aspek paling menyenangkan
dengan menjadi pengusaha adalah ‘menjadi penentu’. Sebagai pemilik
usaha, segala keputusan ada di tangan sendiri. Tetapi, ada konsekwensi,
yaitu: tanggungjawab.
Tak peduli siapapun yang membuat kesalahan
di dalam perusahaan tetap saja menjadi tanggungjawab pemimpin
perusahaan. Seorang pelanggan yang kecewa, tidak akan bertanya: “pegawai
anda yg mana yang membuat kesalahan?”. Penanam modal di perusahaan
tidak mau tahu kondisi ekonomi makro yang buruk, yang mereka mau tahu
hanya keuntungan, bukan alasan kenapa tidak untung.
Sehingga,
sebelum seseorang mencoba-coba terjun ke dunia bisnis, sebaiknya dia
belajar untuk bertanggungjawab atas kehidupan pribadinya terlebih
dahulu.
3. Tidak Bisa Mengambil Keputusan
Bukan
berarti seorang pengusaha harus mengambil segala macam keputusan hingga
menentukan berapa sendok gula pak satpam boleh pakai untuk bikin kopi.
Bukan pengambilan keputusan yang butuh waktu berjam-jam. Juga bukan
keputusan yang mengikuti teori prosedur pengambilan keputusan secara
kaku. Bukan ketiganya.
Seorang pengusaha bukan hanya sekedar
menjalankan fungsi mangatur dan mengelola (to manage) melainkan juga
menjalankan fungsi memimpin (to lead). Sehingga seorang pengusaha sejati
mampu membuat sebuah keputusan, lalu SEGARA mengubah keputusannya
menjadi tindakan nyata (implementasi). Dan yang tak kalah pentingnya
adalah BERANI menghadapi hasilnya apapun itu (baik atau buruk).
Nah
jika seseorang adalah type yang tidak bisa mengambil keputusan dan
mengubahnya menjadi tindakan, sebaiknya dia pikir-pikir dahulu sebelum
terjun ke dunia wirausaha.
4. Motivasinya Hanya Uang
Dunia
pengusaha adalah dunianya roller-coaster. Ada pasang dan surut. Hari
ini dapat uang, mungkin besok kehilangan uang. Hari ini pegang uang
banyak, besok mungkin tidak pegang uang. Nah jika tujuan seseorang
membuat usaha hanya untuk uang, maka motivasinya akan langsung jatuh
saat dia harus kehilangan uang tanpa bisa bangkit lagi. Artinya gagal.
Mendirikan
dan menjalankan usaha, terutama di awal-awal, siapapun akan lebih
sering kehilangan uang dibandingkan mendapat uang. Butuh waktu yang lama
(mungkin bertahun-tahun) untuk mencapai titik stabil. Butuh motivasi
internal yang kuat agar bisa terus berjalan ke depan meskipun dalam
kondisi tidak pegang uang.
5. Emosinya Tidak Stabil
Jika
seseorang adalah type yang di satu sisi ‘terlalu-percaya-diri’ tetapi
di sisi lainnya ‘mudah-depresi’, sebaiknya dia tidak menjadi
wirausahawan. Kombinasi dua watak dasar ini sangat tidak kondusif untuk
menjalankan usaha.
Dunia usaha adalah dunia pasang-surut.
Membutuhkan sifat opitimis yang realistis, sekaligus tabah dalam
menghadapi setiap tantangan. Seorang pengusaha harus mampu menjaga
stabilitas emosinya agar di satu sisi mampu menahan gairah dan
semangatnya agar tetap realistis dalam melihat peluang bisnis, di sisi
lainnya siap menghadapi kegagalan.
Orang yang memiliki emosi
tidak stabil adalah sosok yang menakutkan bagi penanam modal maupun
calon pelanggan. Tak seorangpun merasa nyaman berhadapan dengan orang
yang memiliki emosi labil.
6. Tidak Mampu Mengatasi Kekacauan
Coba
lihat meja kerja atau kamar orang yang cukup dikenal. Jika dia type
orang yang biasa hidup dalam kekacauan itu bagus—karena dunia usaha
memang penuh dengan keruetan dan kekacauan. Tetapi jika meja atau
kamarnya kacau sejak berhari-hari yang lalu dan sampai sekarang masih
tetap kacau, berarti tidak cocok untuk menjadi pengusaha.
Idealnya,
kekacuan dan keruetan dalam perusahaan harus bisa dibereskan dalam
waktu satu hari hingga seminggu. Seseorang tidak perlu menjadi orang
yang super-bersih dan super-teratur. Dia hanya perlu menjadi orang yang
bisa bertindak efektif-efisien. Bisa membereskan apa yang harus
dibereskan, tepat pada waktunya, sesuai dengan yang diinginkan.
Tak
satupun dari keenam watak dasar di atas merupakan jaminan untuk menjadi
gagal. Tetapi sudah pasti akan membuat proses menuju sebaliknya menjadi
lebih berat. Jika ada yang memiliki salah satu diantara 6 tersebut,
sebaiknya tidak berkecil hati. Itu bisa diubah. Untuk yang sudah
menjalankan usaha, dan kebetulan memiliki salah satu watak tersebut,
mungkin dengan mengubahnya bisa membuat perusahaannya menjadi lebih
baik, lebih produktif, lebih efisien dalam beroperasi, dan lebih
menguntungkan. ~Gusti Bob.
Repost tulisan : Gusti Bob/Kompasiana
No comments:
Post a Comment